Post by heroex on Feb 18, 2011 13:50:23 GMT 7
BANDA ACEH - Pemerintah Aceh melanjutkan pembangunan pelabuhan perikanan bertaraf international di Lampulo, Banda Aceh, agar kapal-kapal besar yang beroperasi di Samudera Hindia bisa membongkar hasil tangkapannya di sana.
"Tahun ini pembangunan pelabuhan Lampulo dilakukan kembali. Ada Rp220 miliar dana dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan dialokasikan untuk pembangunan infrasruktur perikanan di Aceh,” kata Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar di Banda Aceh, Jumat (18/2/2011).
Pelabuhan itu mulanya dibangun Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias namun terhenti seiring lembaga itu berakhir masa tugasnya. Dana senilai Rp220 miliar juga dialokasikan untuk pembangunan tiga pelabuhan penyangga di Aceh yakni di Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan di Blang Pidie, Aceh Barat Daya serta di Idi, Aceh Timur.
"Pelabuhan penyangga sebagai pembantu pelabuhan Lampulo nantinya. Pelabuhan penyangga dua di pesisir barat selatan yaitu di Labuhan Haji dan Blang Pidie. Di pesisir timur satu yaitu di Idi," ujar Nazar.
Menurut dia, pelabuhan ikan dibangun di Lampulo akan dilengkapi dengan peralatan modern yang standar international sehingga bisa menjadi tempat sandaran kapal-kapal ikan asing.
Pelabuhan berstandar international dinilai penting, karena selama ini banyak kapal besar yang menangkap ikan tuna di Samudera Hindia yang dekat dengan Aceh terpaksa membongkar tangkapannya ke Jakarta atau negaranya, karena di Aceh tak ada pelabuhan yang layak.
Padahal, jika ada pelabuhan yang bisa dijadikan tempat bongkar tangkapan kapal besar, maka Aceh ikut mendapat keuntungan secara finansial maupun dalam penyediaan lapangan kerja baru.
Pelabuhan itu nantinya dijadikan lokasi penyortiran hasil tangkapan kapal-kapal besar untuk diekspor ke Negara tujuan, sehingga memberi dampak positif bagi kemajuan Provinsi itu.
“Sekarang banyak ikan-ikan di perairan Aceh ditangkap oleh nelayan luar, tetapi tidak dibongkar di sini, sehingga tidak memberi keuntungan apa-apa bagi Aceh. Meski pun tangkapan itu legal,” sebut Nazar.
Kata dia, Samudera Hindia kawasan teretorial perairan Aceh diyakini para nelayan dunia, menjadi salah satu tempat perkawinan ikan tuna, sehingga banyak nelayan asing memburu ikan di sana.
Direktur Studi Adat Laut dan Kebijakan Perikanan Aceh, Muhammad Adli Abdullah mengatakan, kapal penangkap tuna di Samudera Hindia berasal dari 30 negara yang tergabung dalam Komisi Penangkap Tuna Lautan Hindia (IOTC). Indonesia salah satu Negara yang bergabung pada 2007 dan tiap tahun mendapat tambahan devisi senilai Rp1,4 triliun dari hasil pemasaran tuna dunia.
Kapal itu sekarang umumnya membongkar tangkapannya ke pelabuhan Muara Baru, Jakarta. Menurut Adli, jika kapal-kapal itu bisa membongkar tangkapannya di Aceh, mereka bisa menghemat Rp40 juta sekali trip. “Karena Aceh lebih dekat,” ujar dia.
economy.okezone.com/read/2011/02/18/320/426036/aceh-bangun-pelabuhan-ikan-internasional
"Tahun ini pembangunan pelabuhan Lampulo dilakukan kembali. Ada Rp220 miliar dana dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan dialokasikan untuk pembangunan infrasruktur perikanan di Aceh,” kata Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar di Banda Aceh, Jumat (18/2/2011).
Pelabuhan itu mulanya dibangun Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias namun terhenti seiring lembaga itu berakhir masa tugasnya. Dana senilai Rp220 miliar juga dialokasikan untuk pembangunan tiga pelabuhan penyangga di Aceh yakni di Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan di Blang Pidie, Aceh Barat Daya serta di Idi, Aceh Timur.
"Pelabuhan penyangga sebagai pembantu pelabuhan Lampulo nantinya. Pelabuhan penyangga dua di pesisir barat selatan yaitu di Labuhan Haji dan Blang Pidie. Di pesisir timur satu yaitu di Idi," ujar Nazar.
Menurut dia, pelabuhan ikan dibangun di Lampulo akan dilengkapi dengan peralatan modern yang standar international sehingga bisa menjadi tempat sandaran kapal-kapal ikan asing.
Pelabuhan berstandar international dinilai penting, karena selama ini banyak kapal besar yang menangkap ikan tuna di Samudera Hindia yang dekat dengan Aceh terpaksa membongkar tangkapannya ke Jakarta atau negaranya, karena di Aceh tak ada pelabuhan yang layak.
Padahal, jika ada pelabuhan yang bisa dijadikan tempat bongkar tangkapan kapal besar, maka Aceh ikut mendapat keuntungan secara finansial maupun dalam penyediaan lapangan kerja baru.
Pelabuhan itu nantinya dijadikan lokasi penyortiran hasil tangkapan kapal-kapal besar untuk diekspor ke Negara tujuan, sehingga memberi dampak positif bagi kemajuan Provinsi itu.
“Sekarang banyak ikan-ikan di perairan Aceh ditangkap oleh nelayan luar, tetapi tidak dibongkar di sini, sehingga tidak memberi keuntungan apa-apa bagi Aceh. Meski pun tangkapan itu legal,” sebut Nazar.
Kata dia, Samudera Hindia kawasan teretorial perairan Aceh diyakini para nelayan dunia, menjadi salah satu tempat perkawinan ikan tuna, sehingga banyak nelayan asing memburu ikan di sana.
Direktur Studi Adat Laut dan Kebijakan Perikanan Aceh, Muhammad Adli Abdullah mengatakan, kapal penangkap tuna di Samudera Hindia berasal dari 30 negara yang tergabung dalam Komisi Penangkap Tuna Lautan Hindia (IOTC). Indonesia salah satu Negara yang bergabung pada 2007 dan tiap tahun mendapat tambahan devisi senilai Rp1,4 triliun dari hasil pemasaran tuna dunia.
Kapal itu sekarang umumnya membongkar tangkapannya ke pelabuhan Muara Baru, Jakarta. Menurut Adli, jika kapal-kapal itu bisa membongkar tangkapannya di Aceh, mereka bisa menghemat Rp40 juta sekali trip. “Karena Aceh lebih dekat,” ujar dia.
economy.okezone.com/read/2011/02/18/320/426036/aceh-bangun-pelabuhan-ikan-internasional